Berdiri pada tahun 2015 di Yogyakarta, Cinemartani terilhami dari filosofi kata cinema sebagai ruang temu film dan martani yang bisa diartikan sebagai “yang menghidupi” (Bahasa Kawi) dan “yang memberi pengetahuan” (Bahasa Jawa). Cinemartani merupakan lembaga riset dan arsip film yang mengutamakan kesetaraan kesempatan dalam berfilm, dengan tiga dasar, yaitu film sebagai karya seni, ilmu pengetahuan, dan ruang demokrasi. Kami percaya bahwa kesempatan yang setara dalam berfilm akan membuat ruang temu film benar-benar menjadi unsur penghidupan ekosistem perfilman yang menggugah, berkembang, dan demokratis, serta bahagia.
Mengapa kami ada?
Cinemartani berangkat dari kegelisahan bersama tentang bagaimana film beredar dan dipahami oleh publik. Bahwa benar semakin banyak ragam publik yang terpapar budaya layar, tetapi ragam pengetahuan yang beredar belum seberagam karakter publiknya. Dengan demikian diperlukan langkah lebih jelas untuk memperluas ragam pembacaan dan komunikasi film. Dari sinilah Cinemartani memposisikan diri di dalam medan sosial perfilman. Awalnya, Cinemartani bermula dari berbagai produksi, program workshop, dan pemutaran film. Kini kami memfokuskan diri pada lingkup kerja penelitian. Kinerja kami hari ini kemudian membawa semangat bagaimana film sebagai produk audio visual menemui ruang-ruang inklusif dan demokratis. Cinemartani melihat bahwa kita perlu membuka diri pada berbagai peluang eksplorasi medium, baik naratif maupun sinematik.
Apa yang kami lakukan?
Seluruh kegiatan Cinemartani berbasis pada kerja riset dengan berbagai macam metodologi, yang disesuaikan konteks dari setiap persoalan. Sebagai bagian dari upaya mengumpulkan informasi dan bukti, kerja riset memerlukan pendekatan yang tepat. Hasil dari proses riset ini kami arahkan ke dalam 3 bentuk, yaitu:
- Produksi.
Meliputi bidang produksi film. Wilayah kerja ini tentu menuntut proses yang cukup panjang sedari pra-produksi, dimana tahapan ini paling memerlukan riset baik konten, konsep dan konteks. Singkatnya, melalui produksi film, Cinemartani menjembatani pengetahuan dengan bahasa komunikasi publik yang tepat.
- Pengarsipan.
Dalam artian yang lebih longgar, arsip bisa diartikan sebagai entitas yang menyimpan nilai informasi. Informasi yang jika terangkai dengan informasi lainnya akan memiliki nilai bukti. Intinya bahwa seluruh kegiatan riset melahirkan konsekuensi logis yaitu arsip. Pengelolaan arsip secara sistematis dan mudah ditemukan kembali menjadi bagian dari fokus kerja Cinemartani
- Edukasi.
Wilayah edukasi menjadi bagian ketiga yang sama pentingnya. Segala bentuk pengetahuan hanya akan menjadi sampah ketika tidak bertemu dengan publik yang tepat. Maka berbagai bentuk edukasi yang dimaksud adalah produksi konten, workshop, riset dan publikasi, dan penerbitan buku.
Tim Cinemartani
Penasehat
Lulusan S1 Jurusan Tari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tahun 1989 yang kemudian mengabdi sebagai ASN Taman Budaya Yogyakarta (1990 – 2014). Kecintaannya terhadap seni bertambah ketika beliau ditugaskan menjadi Kepala Seksi Film pada tahun 2015 – 2018 di Dinas Kebudayaan DIY. Beliau turut mewarnai geliat perfilman di Yogyakarta melalui program pendanaan film, workshop pengembangan film daerah, pemutaran film di desa, dan Festival Komunitas Film Nusantara (FKFN 2017). Meskipun telah purna tugas sebagai ASN, beliau ingin tetap melanjutkan mimpi dan harapannya terhadap film melalui Cinemartani.
Ketua
Arsiparis dan pegiat film dari Jogja yang tergabung dalam kolektif film Cinemartani. Menjadi salah satu programmer Festival Film Dokumenter (FFD) tahun 2019 & 2022. Pada tahun 2019 menjadi salah satu grantees Asia-Europe Foundation (ASEF) untuk berkunjung ke Manila, Filipina melakukan riset yang bertajuk “Re-definition from the Bottom”. Tahun 2018-2021, bekerja sebagai arsiparis di Indonesian Visual Art Archive (IVAA). Pada tahun 2023-2024 terlibat dalam berbagai program residensi seperti Minikino X Toko Seniman di Denpasar, Bali, Crack Internasional Art Camp di Kushtia, Bangladesh dan Rimbun Dahan Southeast Asian Arts Residency di Selangor, Malaysia
Pengurus
- Andrika P.
- C. Satriyo Pinandhityo
- Kuncoro Abdul Rochman
- M. Norman
- Dra. V. Retnaningsih
- Y. P. Jati