Film, sebagaimana karya seni lainnya, adalah hasil negosiasi dari berbagai batas. Karya dengan inisiatif pribadi, biasanya akan terbatas pada akses dana. Karya dengan support atau dukungan proyek pemerintah, biasanya akan terbatas pada aturan main birokrasi dan ideologi negara. Sementara itu, film akan selalu berjalan dalam dualitas keberpihakan. Soal ingin menunjukan realitas sebagaimana adanya atau ruang menuangkan imajinasi sebagai bentuk mewujudkan kemungkinan dalam hidup yang kadang dikepung kemustahilan. Jogja yang memfasilitasi para pembuatan film dengan skema danais, rasanya terlalu sederhana jika relasinya hanya dimaknai patron-klien. Dibalik itu semua ada cara pandang atas dana publik yang ingin dikembalikan pada masyarakat, ada keinginan untuk menyuarakan problem kota dalam bahasa-bahasa sinematik, belum lagi persoalan bagaimana film menjadi bagian dari memberi suara orang-orang yang dibungkam dan membongkar kebekuan pada hal-hal yang selama ini diyakini benar. Obrolan dengan Pak Indra tentu tidak untuk menjawab seluruh persoalan tersebut, tetapi setidaknya kita bisa melihat ulang tentang apa yang diimajinasikan para pelaku film terhadap problem sosial Jogja hari ini.
Kata kunci: Negosiasi proses kreatif dan imajinasi seniman atas problem sosial Jogja